Pemuda dan Bayangannya

ILLUSTRATION "PEMUDA DAN BAYANGANNYA",
BACKGROUND PHOTO COURTESY BY FLUCKIEST VIA PINTEREST 

Bersembunyi didalam bayangan sembari mengejar impian. Terlahir secara ajaib, namun menjadi aib. Betapa sucinya seorang anak ini, sayang kali ia terlahir didunia yang penuh dosa ini. Bertumbuh besar dibawah orangtua dan diatas orang bodoh. Semua ide, impian dan risalah yang ia punya hanya menjadi sumber malapetaka bagi orang sekutarnya. Berkelana membawa harapan dan pulang membawa beban. Ia mulai merasa dirinya tidak terarah, hidupnya tak berwarna, mulai pucat. Dirinya berbeda dengan manusia lainnya, nista dalam wujud tak bersalah. Kefanaan ia hirup, lebih daripada sebuah realita dibawah sinar cahaya putih. Perlahan-lahan dirinya mulai terbungkus, matanya terbuka lebar, terelokkan oleh cahaya hitam yang akan menghampirinya. Pemuda tersebut sangat antusias. Tenggelamnya matahari menerbitkan bulan, tapi kadang bulan muncul setengah dan kadang tidak sama sekali. Manusia setelah melakukan hal-hal buruk yang berdosa selalu menyesal dan berkata dalam hati bahwa ia tidak ingin mengulangi lagi. Aksi menebus dosa pun dilakukan demi pencapaian iman kembali, tapi kadang khilaf setengah dan kadang kembali melakukan hal-hal berdosa.

Teranglah cahaya hitam !

Bergeloralah di alam semesta ini, perlihatkan kepada manusia lain akan keindahan dan kemaktuban mu !

Dalam keambiguitasnya melihat sosok putih didalam arus cahaya hitam. Sosok putih itu berkata: Wahai anak muda, aku bisa merasakan dirimu yang dalam keputusasaan, kesedihan, kefrustasian. Dan engkau mengharapkan kehadiranku dan sekarang aku hadir didepan mu!

Sang pemuda berkata: Memang benar aku mengharapkan mu, bahkan menantikannya selama ini. Aku ingin engkau memperlihatkan kepada mereka, manusia-manusia bodoh yang lebih bodoh dari seekor keledai. Mereka sudah berdosa besar atas arus kehidupan ini, aku ingin kau tampakkan dirimu di alam semesta ini dan berikan mereka hukuman !

Sosok putih itu menghilang dan kembali kenyataan dunia. Sang pemuda bingung dan berteriak: Wahai engkau sang putih didalam kegelapan, kemana engkau pergi? Aku membutuhkanmu, jangan tinggalkan aku disini bersama para manusia yang berdosa ini. 

Aku disini memanggilmu bagai auman di puncak gunung  bersama jutaan hewan dan bintang.

Aku disini memujamu bagai seribu satu bintang dan bulan bertebaran dalam kehampaan malam.

Aku disini menyembahmu sebagai kodrat manusiaku, walau para manusia telah sirna dari kemanusiaannya.

Pemuda tersebut berbalik badan. Orang-orang menertawakan dirinya: lihatlah remaja ini, bodoh sekali dia, berbicara sendiri seakan ada roh atau Tuhan didepannya. Menyuruh Tuhannya untuk menghukum kita semua dengan azab pedihnya, mana ada Tuhan?

Tuhan tidak pernah ada, itu semua hanya ilusi mu! Ilusi yang hadir karena kefrustasian mu dalam hidup mu!

Orang-orang mulai meninggalkan pemuda itu, gelaplah raut wajah sang pemuda. Manusia- manusia itu meniadakan tuhannya, menggusur semangatnya, merobohkan tiang keyakinannya. Namun keyakinan tak pernah tumbang, tak seperti pohon pisang yang dihancurkan oleh orang-orang Binjai. Ia yakin bahwasanya sosok putih yang ia agungkan akan kembali menyapanya. Pemuda itu lekas pergi kerumahnya dikaki lembah utara. Utara dari selatan yang penuh kemunafikan dan dusta manusia.

Tiap langkahnya mewakili kebajikan yang ia tuai, menabur benih ditiap lahan masyarakat tanpa mengharapkan kasih kembali.

Tiap langkahnya mewakili kehidupan yang ia jalani, bagai melewati gunung kebahagiaan dan palung kesedihan bersama punuk moralitas ia tanggung.

Tiap langkahnya mewakili ribuan bintang dilangit, bercahaya terang, menyinari kegelapan manusia yang penuh dosa dan kebodohan.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rendy Trendy

Mulut

Kursi dan Kuasa