Derita

ILLUSTRATION "DERITA"
BACKGROUND PHOTO COURTESY BY 
南瓜粥, VIA PINTEREST

Aku seorang diri, menyalahkan hidup atas diriku. Burung merpati telah datang beribu kali, berusaha merubah, namun hati masih buta suri, bisu puisi. Sudah berusaha agar tetap menari bebas seperti yang dikatakan zarathustra, tetapi tetap saja buta, bisu, hitam dan mati rasa. Tulangku sudah tak kuat dibanting oleh penjahat dunia, ruang dan waktu. Lamun ada perasaan skeptis, diriku bukanlah diriku, ada yang aneh. Mempertanyakan diri, "siapakah aku sebenarnya? Aku adalah aku, aku menggerakan tangan dan kaki atas perintahku, aku berpikir karena perintahku, segala aksi yang kulakukan adalah kebebasan di risalah kemanusiaan. Tercipta atas tanah yang menjadikan gumpalan darah, ruh yang menjadikan fisik, derita yang menjadikan bahagia".

Hidup ini hanyalah penderitaan tanpa akhir. Tiap diri kita mencari ilusi untuk memberikan kebahagiaan hidup, ilusi yang memberikan kebenaran atas hidup, menjadi ide fixe untuk kita layani. Monoteisme hadir seperti anggur merah, semakin tua akan semakin nikmat. Candu dan kemabukan manusia terhadap monoteistis, melupakan kehendak atas eksistensi diri. Penderitaan membawa nilai esensial humanisme, menyadarkan manusia untuk saling asah, asih dan asuh. Manusia adalah makhluk sosial yang berakal, berinteraksi dengan akal.

Semakin terangnya cahaya, semakin gelapnya bayangan. Mereka menunggu cahaya untuk datang ke dirinya, namun lupa bayangan yang menunggu pula. Percayalah kebenaran pasti kebaikan, meskipun rasional berkata kebenaran di atas kebaikan dan kejahatan. Sesuatu hal yang baik dan penuh keikhlasan, pasti kebenaran yang baik, manusia akan mengubahnya menjadi kebenaran mutlak. Sebuah kelompok harus menumpulkan egoisme individual untuk mencapai kesepakatan bersama demi kebenaran mutlak. Layak kelompok landak ketika musim dingin, untuk menghangatkan dirinya, mereka mengorbankan duri dan derita. Tusukan melambangkan derita untuk mencapai kehidupan, cecaran darah dengan nilai-nilai kebersamaan diresapi oleh landak-landak. Begitu pula fenomena bukit golgota, sebuah penyaliban untuk penebusan dosa, tiap kulit yang dijemur mendinginkan nafsu, derita membawa bahagia atas keringanan dosa, tubuh kering nan lusuh mencerminkan kekuatan dan kesucian.

 Sosok ular putih mendatangiku dan berkata : "Derita adalah hidup, katakan iya kepada hidup, cintai takdirmu sebagaimana adanya. Keringat atas kerja keras, keikhlasan atas pengorbanan, kesakitan atas kesehatan, kesedihan atas kesenangan, derita atas bahagia". Ketiadaan kesempurnaan menjadi kesempurnaan kemanusiaan. Menurut Hegelian, ada suatu rasio yang menguasai dunia. Rasio terdiri atas tiga ruh menuju satu kebenaran. Relativitas adalah kosakata yang diucapkan kebenaran saat ini. Dinamis dan dialektis, tetapi bergerak menuju satu kemutlakan. Sebuah ruh individu dengan ruh kolektif masih berkelahi dalam ruang argumen, membawa keperawanan dan kesucian di dalam jalur keperkosaan. Ide ilusionis yang diperkosa mengubah bentuknya menjadi derita, kekosongan pikiran, membuang segala kepercayaan atas moral dan rasio, sembari berlayar di garis horizontal menuju ketidakterbatasan.

Siapakah engkau wahai kebenaran? Entah wujud, bentuk dan isi daripada kebenaran, umat manusia masih menunggu. Kepastian menjadi hari penghakiman, rasio dunia menjadi rasio instrumental seperti yang dikuliahkan Habermas. Rasio instrumental menghadirkan ruang publik, publikasi kebenaran. Dua puluh lima adimanusia telah datang menggenggam kebenaran, namun kebisuan dan kebodohan merupakan iman, dilemparkanlah kebenaran sejauh matahari ke arah barat. Memang Barat adalah yang terbaik di akhir-akhir ini, ilusi terbaik yang pernah diciptakan.  Matahari, bulan, bintang, pelangi, bahkan palu dan arit dimanipulasi oleh pendekar Barat. Keindahan diasah menjadi ketajaman, bersiap untuk menikam rasio dunia. Kudeta yang direncanakan sejak ular bersama pawangnya membelah laut menjadi dua bagian, tiga kemudahan dan empat kekabulan. 

Seekor landak bangun dan beranjak dari kelompoknya, memandang dari timur ke barat, penuh harapan akan pengabulan: "Hidupilah rasio dunia, ambil dan genggam kebenaran di atas bukit yang menjulang ke arah timur. Yakinlah usaha rasio dunia akan sampai pada hari kelima umat manusia. Kita akan kedatangan adimanusia terakhir, akan membalikkan arah mata angin sesuai perjanjian lama, arah kepada kebenaran mutlak diujung timur sana. Semoga derita bertumpu dengan bahagia, membawa kebenaran mutlak bagi kita".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rendy Trendy

Mulut

Kursi dan Kuasa